Menjadi Radikal dan Ngawur - cuma tulisan liar biasa

Menjadi Radikal dan Ngawur

Beberapa waktu yang lalu, seiring dengan hiruk-pikuk Pilkada DKI Jakarta, ada satu kata yang selalu terngiang dalam kepala saya. Sebuah kata yang apabila ditambahkan dengan akhiran -isme akan menjadi satu kata yang terkesan menakutkan apabila dihubungkan dengan kondisi saat ini. RADIKAL adalah kata itu. Ya, saya ingin mengupas kata itu dari sudut pandang saya. Dan saya pikir kata Radikal dengan imbuhan -isme sehingga kalimat lengkapnya menjadi Radikalisme dalam beberapa waktu terakhir ini amat sangat sering diucap dan diwujudkan dengan beberapa aksi dari ormas/kelompok intoleran tertentu yang saya duga ingin sekali menerapkan asas tunggal berbau penindasan terhadap kemajemukan di Indonesia.

Menurut saya, kondisi radikalisme di Indonesia saat ini bisa dikatakan ngeri-ngeri sedap, alias menakutkan. Perlu ditekankan bahwa radikalisme yang tumbuh di Indonesia adalah radikalisme yang lahir akibat pemahaman yang keluar jalur, liar, terkesan memaksakan kehendak dan sangat-sangat tidak berbau citarasa Nusantara dalam menerjemahkan kehendak Tuhan yang tersurat dalam ayat-ayat Kitab Suci dan tradisi keagamaan. Karl Marx yang pernah menyebut bahwa agama adalah candu, saya pikir pas dan cocok disematkan kepada mereka, karena orang-orang yang merasa suci dan radikal tersebut terbius dalam pusaran ajaran agama yang seharusnya membebaskan pikiran dan melahirkan hidup berkesadaran. Namun yang terjadi malahan sebaliknya yaitu membuat pikiran mereka menjadi sempit dan penuh dengan dengki akibat tafsiran kaku ayat- ayat suci. Itulah yang menjadi kekhawatiran dan ketakutan saya terhadap radikalisme sekarang ini.



Mereka berlomba-lomba menjadi radikal menghakimi orang lain dan merasa dirinya paling benar. Mereka terperangkap dalam keradikalan semu ala kaum Farisi, seolah menjadi Tuhan yang berhak menghakimi umat. Dan parahnya, orang-orang ini radikal pula tidak menerima pendapat dan pandangan lain, padahal ini Indonesia bung, negara eksotis dengan segala keberagamannya. Mereka menjadi buta dan hidup dalam keradikalan yang kadang ujung- ujungnya tidak konsisten dalam bertutur dan bertindak.

Padahal ada makna lain dari Radikal yakni; maju dalam berpikir dan bertindak, mirip dengan makna Progressive Revolusioner, dan saya pikir jika demikian maknanya akan sangat pas untuk diterapkan dalam menjalani hidup. Bicara radikal adalah bicara kemajuan dalam getaran positif, bicara pencapaian untuk kebahagian semesta, dan bicara tentang bagaimana membuat semua makhluk berbahagia. Kurang lebih demikianlah kerangka pemahaman kata Radikal dalam pikiran saya. Mungkin anda punya pandangan yang berbeda, dan itu sah-sah saja. Meskipun tetap saja harapan saya radikalisme itu seharusnya senantiasa berguna bagi kehidupan dan bukan malah menghancurkan.

Sudahkah anda menjadi radikal? Sudahkah kita menjadi berguna? Sudahkah kita berwelas asih? Cuma saya dan anda yang tahu jawabannya. Mari melatih diri dengan bertanya ke dalam hati sesering mungkin; apakah saya sudah radikal mencintai kehidupan? Apakah saya sudah radikal memperjuangkan keadilan? Apakah saya sudah radikal menghormati kemajemukan? Kalau sudah, syukurlah dan itulah yang seharusnya ditingkatkan dan janganlah menjadi bosan. Namun kalau belum maka berhati-hatilah, sebab boleh jadi yang kau pikirkan adalah soal cara menuju apa yang dianggap baik namun dengan cara yang salah, yaitu cara-cara radikal bertema pikiran sempit dan picik dan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan.

Pikiran sempit dan picik dan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuanlah bahaya sebenarnya untuk Indonesia. Kita tidak sadar akan esensi dari radikal itu sendiri. Ini tugas kita bersama dalam meluruskannya. Kasihan anak cucu kita didoktrin dengan hal- hal radikal model seperti ini. Seharusnya rumah- rumah ibadah, dapat menjadi radikal dalam menyerukan kebaikan dan cinta kehidupan bukan malah menyebarkan seruan kebencian. Seharusnya kita radikal untuk lebih mencermati apa yang diinginkan oleh masyarakat daerah terpencil. Seharusnya kita radikal mengingkatkan kesadaran sebagai makhluk sosial. Seharusnya kita radikal untuk mencari tahu kebenaran bahwa satu keturunan Nabi Adam dan kita semua adalah anak-cucunya. Dan seharusnya kita radikal meningkatkan cinta. Karena bicara radikal sebenarnya adalah bicara soal cinta yang dibalut dengan ketabahan dan kerelaan hati untuk mencintai kehidupan ini.

Oia, apapun itu -ismenya, menurut saya harus dapat dilihat secara dialektis agar lebih menyesuaikan dengan kondisi nyata dan praktik lapangan dalam kerangka Nusantara; Negara Kesatuan Republik Indonesia, dengan begitu akan melahirkan -isme yang baru dengan harapan menjadi sebuah thesis yang menciptakan kebaikan komunal bagi seluruh rakyat Indonesia.

Nabi Muhammad sendiri berkata “katakanlah kebenaran walau pahit”. Sudah semestinya ini menjadi seruan dan pengingat bagi kita semua untuk semakin radikal, radikal dalam membicarakan dan memperjuangkan kebenaran juga cinta. Semoga!


Jakarta, Maret - April 2017



Noel Setiadi a.k.a Heaven Yeah!


NB: Disunting seperlunya oleh Bobby Revolta

*the pics taken from google picture

No comments

Powered by Blogger.